128 Tahun BRI Dampingi Masyarakat sebagai Pahlawan UMKM
November 24, 2023Photo by Fikri Rasyid on Unsplash Pukul enam sore, suara sepeda motor Ayahku akan terdengar mendekat. Dengan gembira, aku akan membukakan pintu untuk menyambut Ayah yang baru pulang dari kantor. Seringkali Ayah pulang mendekati maghrib, ada kalanya Ayah pulang malam hari. Ayahku dulu adalah seorang pegawai di Bank Rakyat Indonesia (BRI). Sebagai seorang pegawai BRI, seringkali Ayah harus bekerja hingga larut, tapi sebagai anak beliau, aku bangga karena Ayahku merupakan salah satu orang yang berperan dalam memajukan UMKM di Indonesia. Berawal Dari Rakyat, Berakhir Untuk Rakyat Banyaknya peran serta BRI dalam melaksanakan tugasnya untuk memberikan jasa-jasa dalam bidang keuangan tak lepas dari kelahirannya…
Menilik Cerita Kehidupan dalam Menua dengan Gembira – Andina Dwifatma [Book Review]
Judul buku: Menua dengan GembiraPengarang: Andina DwifatmaPenerbit: Shira MediaTahun terbit: 2023Halaman: 152 halaman Blurb Menua dengan Gembira merupakan buku kumpulan esai pertama Andina Dwifatma. Ia menyebut esai-esainya dalam buku ini sebagai kumpulan “rasan-rasan” tentang kehidupan warga pinggiran kota. Tinggal di…
Tentang Feelings and Emotions — Sebuah Cerita dari Kegiatan Mengajar Shalvia
Jadi kemarin ngelesin anak didikku, namanya Yasmine, materinya Feelings & Emotions. Waktu aku ngajarin, ini namanya perasaan Happy, ini namanya Sad. Kamu bisa Angry kalau contohnya begini, kamu bisa Worried kalau begitu. Kamu pernah nggak happy? Happy waktu ngapain aja?…
maybe all the things we do is imprinted from people around us
i sahoor with a glass of warm chocolate milk because my budhe used to made me some. i break my fasting with dates and a glass of tea because my family always have it on the table. maybe all the things we…
Sandang, Pangan, Sepatu Gema (Akhir)
“Gema punya warung.. Gema sekarang jualan. Gema anak penjual..” kata anak-anak di depan rumahku, menyanyikan kata-kata yang sama berulang kali. “Bu, mereka ngomong kalau akuu anak penjual!” kata Gema mengadu, wajahnya merah. Istriku yang sedang menggoreng risol mengusap kepala bocah…
Sandang, Pangan, Sepatu Gema (5)
“Jadi sepatu Gema kapan belinya Pak?” tanya si kecil mungil itu sambil menjilati tangannya yang penuh dengan remahan snack cokelat. “Nanti ya, Nak. Bapak dan Ibu sedang cari uang dulu.” jawab istriku, mencoba membesarkan hatinya. “Ibu cari uang juga? Yang…
Sandang, Papan, Sepatu Gema (4)
Bis yang membawaku berhenti di depan rumahku. Rumah yang rencananya akan aku betulkan dengan uang hasil bonus, yang kuusahakan sejak awal mula bekerja, namun terpaksa harus menunggu lagi sedikit lebih lama. Cuaca hari ini mendung tipis-tipis, matahari tampak bersembunyi di…
Sandang, Papan, Sepatu Gema (3)
. “Pak, sepatuku mana?” tanya Gema dengan raut berbinar. Sepatu yang dia idam-idamkan sejak melewati toko bersama Ibunya pekan lalu, warnanya putih dengan tali merah, sol sepatunya cokelat. Kalau beli sepatu, dapat bonus jam tangan, katanya. Laki-laki itu melihatnya dengan…
Sandang, Pangan, Sepatu Gema (2)
. Asap kota bercampur deru kendaraan menjadi suara yang aku dengarkan tiap pagi tanpa absen, begitupun hari ini. Matahari pagi bersinar hangat, bis kota dan kendaraan pribadi simpang siur membawa pekerja kantoran, ibu-ibu ke pasar, juga anak-anak yang berangkat ke…
Sandang, Pangan, Sepatu Gema
“Pak.” “Ya.” “Anakmu minta sepatu.” Laki-laki itu menengadahkan wajahnya ke langit yang rapat dengan gulungan awan hitam. Barangkali siang ini dia bisa mencoba membantu merapikan rumput di rumah sebelah, membetulkan pipa rusak, membersihkan toilet—apa saja yang bisa dilakukannya. Dia berdiri,…
Pulang
. “Pulang dulu, Bu Nyai, Pak Yai.” kataku sembari mencium tangan kedua pengganti orangtuaku selama di pesantren ini. Keduanya teduh dengan senyuman. Sudut mata Pak Yai dan Ibu yang mengerut, namun tidak memudarkan kecantikan serta kegagahan mereka berdua. Takdzimku kepada…