Sulung
Tentang Sulung, yang tanggungjawabnya disematkan sejak dia menghirup nafas pertamanya di dunia. Berapa nama baik yang dibebankan pada punggungnya? Berapa pasang tangan yang harus dia gandeng dan arahkan?
Tentang Sulung, yang hidupnya tidak pernah menjadi milik sendiri. Selalu menjadi benteng untuk menjaga, menjadi tumpuan untuk berdiri, menjadi perisai untuk melindungi. Lupakah kalian, hidup bukan melulu perihal orang lain?
Tentang Sulung, ‘bertahan’ menjadi kosakata yang paling sering jadi doa. Laut boleh gaduh, langit boleh riuh, tapi si Sulung pasti terus bersikukuh bagaimanapun buntu. Karena bagaimanapun, dia selalu dituntut dengan seribu satu.
Kata mereka, bahunya tegap, sekokoh baja. Kata mereka, hatinya tegar, sekokoh karang. Kata mereka. Kata orangkah yang harus terus diikuti? Bolehkah punya kata hati sendiri?
“Kamu tidak boleh menangis, kasihan Ibu.”
“Bantu adik-adikmu, bantu keluargamu.”
“Jadilah kuat. Jadilah hebat. Jadilah panutan. Kamu anak pertama.”
Setelah sekian lama menanggung sendiri, Sulung akhirnya bingung bagaimana cara mengeluh. Setelah sekian tahun berpikir mandiri, Sulung akhirnya lupa cara berbagi masalah. Dunia demikian keras, maka Sulung juga harus sama kerasnya, agar dunia tidak membuatnya (dan keluarganya) bersedih.
Kalau bahunya terus dijadikan tempat bersandar, Sulung bersandar kepada siapa? Kalau tangannya selalu penuh menggenggam, kapan gilirannya untuk digenggam? Kalau telinganya selalu mendengar, kapan ceritanya akan didengar?
___
@30haribercerita #30haribercerita #30hbc #30hbc2319 #5CC #5CCDay5 #CareerClass #BentangPustaka #Fiksi @careerclass_id @bentangpustaka @langitlangit.yk @kurniawan_gunadi @alia.aryo
Leave a Reply