Personal Life

Pesan Pandemi

Berawal dari Shalvia yang merasa tertarik mengikuti Career Class, berniat mendaftar, namun urung karena kelasnya berbiaya–sedangkan kondisi sedang saving money untuk beli hape baru, wkwk. Dan malam ini last pre-registration-nya dan aku sedih ga bisa ikuuuut. 🙁 Hahahaha. Tapi ya sedih karena topiknya betul-betul bermanfaat untuk anak pengangguran yang baru mau merintis karir. Ada topik communication skill, build networking, stress management, project management, design thinking, dan banyak lagi. (Wow dan separuhnya adalah tema di Seminar Asistensi, mantap banget Asistensi-asistensikuuuuu T__T cc Nafis Aan Salma dkk)

Di masa pandemi ini semua orang menjadi baik dan berbesar hati, mencoba saling berbagi kepada yang lain. Banyak ilmu secara cuma-cuma yang bisa kita dapatkan dengan klik klik klik. Aku pribadi, sebagai orang yang nggak bisa diam dan selalu penasaran, tentu pengen ini pengen itu banyak sekali~

Aku bisa kajian sambil rebahan (tapi ini tidak dianjurkan). Aku bisa ikut seminar pakai daster dan kaki naik ke kursi, muka bare face dan mungkin belum mandi (tidak dianjurkan juga). Intinya, akses ilmu semakin mudah dan luas, tak berbatas waktu, tempat, dan kemampuan.

Tapi sayangnya, setiap hal yang memiliki sisi baik dan sisi buruk.

Aku kok merasa ya, mentang-mentang selama pandemi webinar gratis, akses luas, lalu aku seperti dituntut untuk selalu punya hal baru yang dikerjakan. Punya keahlian baru yang bisa menambah kemampuan. Dan kalau enggak punya skill baru, aku tidak produktif. Aku tidak produktif, maka aku kalah dengan teman-teman lain, dengan orang-orang diluar sana yang sudah melewati berbagai proses pencobaan hal baru. Dan aku, lagi-lagi merasa nggak berguna. 🙁

Hahaha, sebenarnya perasaan ketidakbergunaan itulah sumber overthinkingku malam ini. Jadi walaupun aku pusing banget karena ngantuk, tulisan ini wajib selesai karena kalau enggak, besok aku bakal overthinking lagi. Hahahah.

Jadi, Shalvia, beberapa hal yang membuat kamu merasa begitu bisa jadi dikarenakan:

  1. Pandemi menyebabkan kamu di rumah aja. Dan kamu, sebagai anak kuliahan sendirian, nggak punya pembanding. Jadi kamu mulai mencari pembanding di media sosial, orang-orang berprestasi yang sebetulnya kamu nggak tahu dia umur berapa, latar belakangnya gimana, tapi kamu tetap mencari pembanding dengan orang-orang yang kamu lihat di media sosial. Kalau mereka bisa, kenapa aku tidak?

Padahal: Manusia diciptakan dengan berbeda-beda, dengan kemampuan berbeda, dan tentu saja fungsi yang berbeda. Terima saja kalau kamu ahli di salah satu hal, namun sama sekali tidak bisa di hal lain. Itu normal, karena sejujurnya jarang ada manusia yang bisa melakukan semua hal secara presisi! Kamu juga tidak dipaksa untuk bisa semua hal. Nggak ada yang maksa. Jadi kalau diri kamu sendiri mulai kejam, big no no no, mungkin yang harus kamu omongi adalah diri kamu sendiri.

Jadi, ubahlah rasa insecuremu menjadi rasa ingin tahu, rasa ingin tempe (gak) (bercanda geeeng) Maksudku rasa ingin tahu dan belajar hal baru. Kan, jadi lebih positif. Sambil berdoa supaya cepat jadi ahli, dan tetap konsisten tentunya.

2. Aku tahu Shalvia, kamu adalah orang yang selalu punya rasa tertarik dan rasa ingin tahu. Tapi ketika rasa ingin tahumu kamu anggap terlalu banyak, maka berhenti dulu. Stop. Take a rest.

Semua yang berlebihan itu gak baik. Darimana kita tahu itu berlebihan? Ya kita sendiri yang tentukan batasnya. Pahami tubuh dan pikiranmu. Kalau capek ya udah tsaaaay drakoran ajhaaa~ Kadangpun kita memang hanya kepingin golar-goler saja seharian.

Kamu cuma punya 24 jam dalam satu hari. Kamu punya hak dan kewajiban. Mempelajari hal baru nggak bisa lantas membuatmu mengesampingkan kewajibanmu yang sudah ada. Dan ketika menjalankan kewajiban yang sudah ada membuat kita capek, lelah, dan ingin istirahat, maka lakukan. Jangan paksa tubuhmu, ikuti kata hatimu.

Nanti kalau sudah cukup energinya, fisik maupun jiwa, maka mulai lagi. Nggak ada yang membatasi kemampuan seorang manusia, tapi ingat bahwa dalam satu hari, setiap manusia punya batas cukupnya masing-masing. Kalau capek? Ya istirahat lagi. Sesimpel itu, maka jangan dipikir ribet yaaa.

3. Kurang punya kendali atas rasa cukup dan syukur.

Aku berusaha ga judging ke diriku sendiri, tapi untuk rasa cukup dan syukur itu emang harus banget wajib dipaksa dan dibiasakan. Wajar kecewa, tapi harus bangkit lagi kan? Ya walaupun aku ngerti seberapa lama proses bangkitnya itu yang jadi masalah kan, hahaha. Jadi aku disitu emang pake kata ‘kurang’, karena emang ada beberapa hal yg harus ada dalam hidupmu dan salah satunya adalah rasa cukup dan rasa syukur. Ralat dikit, salah duanya.

Gak semua langsung bisa ketika diajari sesuatu hal. Semua butuh proses. Maka yang harus dihargai, bukan cuma hasilmu, tapi hargailah prosesmu. Menghargai proses menurutku bahkan lebih penting, karena disitu kita belajar mengelola kesalahan, menambahkan kemampuan, mengelola rasa cukup, untuk kemudian bisa bersyukur.

Tolong ingat kalau semua manusia pasti bisa, asal terus menjaga konsistensinya akan suatu hal. Jadi kalau habis nangis-nangis karena ngerasa gak bisa, tolong setelah itu bilang, ‘aku cuma belum cukup belajar, dan aku akan belajar lagi’. Aku selalu salut sama orang yang bisa konsisten, karena kalau soal kemampuan, semua itu bisa dipelajari. Tapi soal konsisten, aku yakin orang yang hatinya kuat aja yang bisa. Hatimu kuat kan? Pasti bisa dong? Hehehe.

Tapi rasa syukur dan cukup ini tolong jangan dijadikan alasan untuk kamu merasa berpuas diri juga, ya. Nahlho, ribet kan. Hahahahahah.

Jadi Shalvia,

Kamu masih 20 tahun. Normal kok untuk tidak mengerti apa yang ingin kamu lakukan. Normal untuk tidak mengerti apa yang ingin kamu lakukan. Normal juga kalau kamu ingin ini ingin itu banyak sekali. Normal juga sesekali kamu ingin istirahat. Ya, kan kamu memang manusia?

Manusia kan memang selalu berubah-ubah, Allah aja bilang gitu, kalau hati manusia gampang berubah-ubah. Jadi ya gak apa-apa kalau kamu selalu mencari hal-hal lain yang membuatmu lebih nyaman. Jangan kebanyakan bingung dengan jati diri sebenarnya dirimu, karena ya menurutku untuk bisa mencapai itu butuh banyak tahun-tahun pengalaman. Kalau kebanyakan bingung, malah gak nemu-nemu. Mulai dicari. Caranya coba banyak hal. Tapi kalau capek, istirahat. Hehehe.

Tapi aku mohon, ketika kamu punya sebuah tanggung jawab, maka coba selesaikan tanggung jawabmu dulu baru pindah ke hal lain. Belajar hal baru itu baik. Tapi meninggalkan tanggung jawab demi belajar sebuah hal baru, menurutku itu sampah. Karena kalau tanggung jawabmu hanya pada dirimu, ya yang rugi dirimu sendiri. Kalau tanggung jawabnya menyangkut orang lain? Kan jadi merugikan orang lain.

Gak ada rumusan yang benar-benar tepat untuk menjalani hidup. Mungkin aja jalan yang kamu pilih bisa membuat kamu A B C, dan jalan yang kamu tinggalkan bisa membuat kamu D E F. Ya gak apa-apa. Emang gitu.

Makanya, aku yakin, kunci bahagia itu ketika kita udah bisa menerima semua keputusan kita dan enggak punya rasa penyesalan. Bahasa psikologinya berdamai dengan diri sendiri. Ecielah. Kita enggak bisa putar waktu. Jauh lebih mudah bagi kita untuk mengatur respon kita terhadap hal tersebut di masa depan, daripada permasalahin hal di waktu lampau yang jelas-jelas enggak bisa diubah.

Ya, terima ajaaaa tsaaaay.

Aku akan pake kalimat klise. “Ya udahlah, mungkin emang jalannya begini.”

.

Untuk malam ini cukup itu aja deh. Sebetulnya masih banyak, tapi aku udah keburu ngantuk banget. Aku nulis ini berdasarkan rangkuman atas apa-apa yang aku baca, lihat, dan dengar. Jadi gak semuanya disini bisa aku praktekin sekarang, tapi aku sangat berharap bisa praktekin ini di masa depan. Tulisan ini bukan excuse buat kamu males-malesan lho ya Shalvia!! Awas kalo kamu terlalu lama nonton drama korea dengan dalih take a break. Wlee.

Annyeong~^^

Salam

Picture ® engin akyurt

One Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *