Pandemi Bukan Hanya Sekadar Angka

Pandemi bukan hanya sekadar angka, tetapi nyawa manusia yang melayang. Nyawa dari orang-orang terkasih, nyawa dari seorang Ayah, anak, Ibu, dan sahabat. 54 ribu kasus sehari pada 14 Juli kemarin sebetulnya bukan hal yang mengagetkan lagi, karena jauh sebelum itu, pakar epidemiologi Universitas Griffith Australia Dicky Budiman sudah memperingatkan. “Puncak Corona di Indonesia yang ke sekian ini nanti akhir Juni diperkirakan menurut saya kasusnya bisa sampai 50 hingga 100 ribu per hari,” katanya pada detikcom, 1 Juni 2021 lalu. Kenaikan jumlah penderita ini juga bisa dipicu oleh banyaknya test yang telah dilakukan.

Dari lima puluh ribu jiwa yang meninggal dunia itu, banyak sekali yang terdampak. Lima puluh ribu jiwa itu diantaranya ada seorang Ayah yang berjuang mencari nafkah untuk keluarganya. Ada anak yang menjadi tumpuan harapan keluarga besarnya. Ada Ibu yang masih diperlukan kasih sayangnya. Dan banyak lagi orang yang sebetulnya tidak perlu meninggal dengan sia-sia, kalau saja pemerintah lebih tanggap sejak awal.

Beberapa di antara mereka meninggal dengan sepi. Ada yang meninggal di bangku depan rumah sakit, karena IGD tidak mampu menerima orang lebih banyak lagi. Ada yang meninggal ketika isolasi mandiri sendirian, di kamar kost, tanpa kerabat ataupun sanak saudara yang datang. Tidak terhitung yang meninggal karena kehabisan oksigen, belum lagi para tenaga kesehatan yang bertumbangan karena mereka juga terpapar virus. Tenda-tenda darurat dipasang di depan rumah sakit demi menampung pasien yang semakin lama semakin membeludak. Bisa dilihat bahwa kita semua sedang berperang melawan hal yang tidak kasat mata ini.

Aku mempunyai teman yang juga seorang tenaga kesehatan, bernama Dina. AKhir-akhir ini, dia mengaku sangat lelah. “Dari tim yang 7 orang, sekarang hanya sisa 5 orang karena dua lainnya kena Covid juga,” keluhnya. Dia menyebutkan, selain absennya teman mereka, juga tanggungan yang mereka dapat lebih berat karena pasien yang datang kondisinya jauh lebih buruk daripada bulan-bulan sebelumnya. “Pasien kondisinya jelek, jadi kita harus total care karena gak bisa ditungguin sama keluarga mereka,” katanya lagi.

Sudah banyak sekali temanku yang ditinggalkan orangtuanya karena penyakit Covid. Grup alumni SMA dan kuliah penuh berita dukacita, belum seminggu setelah sebuah berita, sudah datang lagi berita dukacita baru. Melihatnya sangat melelahkan, selain membuat energi habis, juga membuat mental menjadi turun. Memang di saat pandemi ini penting sekali untuk tetap menjaga kesehatan, baik fisik maupun mental, karena pergi ke rumah sakit akan sangat membahayakan.

Teman-teman apakah sudah vaksin? Aku baru vaksin seminggu yang lalu karena di luar Jawa ini, kalau mau vaksin harus rebutan. Aku juga jadi punya kebiasaan untuk mengetahui bagaimana perkembangan kasus Covid di Indonesia. Biasanya aku mengecek lewat situs-situs yang sudah terpercaya, misalnya situs kesukaanku, yaitu kawalcovid19.id yang senantiasa melakukan update terbaru di media sosial seperti Twitter atau Instagram. Ada juga Pandemic Talks, dan masih banyak lagi.

Pandemi di Indonesia belum kelihatan ujungnya dimana. Akankah pandemi ini terkendali? Akankah pemerintah memiliki cara yang efektif untuk menekan laju grafik yang semakin meningkat?

Baca juga: Pesan Pandemi

Leave a Reply