Mengunjungi Raudhah – 1

Malam ini, autoplaylist YouTube-ku memutar shalawat “Wulidal Musyarraf” yang menceritakan kelahiran Baginda Nabi Muhammad ﷺ, yang diceritakan Ibunya Aminah “bersinar bagai rembulan”. Kebetulan hari ini tanggal 15 Rabiul Awwal, dimana bulan di luar juga sedang bersinar dengan terangnya, bulan yang sama yang menyaksikan kelahiran Nabi ﷺ ratusan tahun lalu.

Lagu ini membawaku kepada salah satu kenangan paling indah di tahun ini, hari dimana aku dapat berada dekat sekali dengan Nabi ﷺ.

Hari ketika aku pertama kali berkunjung di Raudhah.
(Sabtu, 16 Maret 2024)

Pagi itu selepas Subuh, seperti biasa, langit Madinah memancarkan cahaya lembut yang indah. Masjid Nabawi riuh rendah penuh dengan jamaah sepulang Subuh. Beberapa bahkan sudah di Masjid sejak sehabis tarawih.

Setelah dijelaskan oleh tour leader, aku baru mengetahui kalau sekarang regulasi memasuki Raudhah lebih diperketat. Raudhah (Ar-Rawḍah ash-Sharīfah, ٱلرَّوْضَة ٱلشَّرِيْفَة, Taman Surga) adalah area di dalam Masjid Nabawi yang terletak di antara rumah Rasulullah SAW dan mimbar yang beliau gunakan untuk berdakwah. Di rumah, keluargaku selalu berpesan untuk memanfaatkan setiap waktu yang ada untuk mengunjungi Raudhah, karena disitulah tempat dimana doa-doa lebih mudah diijabah.

Dengan adanya regulasi yang baru dimana diharuskan memakai aplikasi “Nusuk”, seseorang tidak bisa memasuki Raudhah dua kali dalam setahun, karena sudah tertera dalam aplikasi untuk mendapat giliran persis 365 hari kemudian. Kecuali jika kamu bisa mendapat jatah giliran orang lain yang tidak terpakai, seperti salah seorang sahabatku di rombongan lain (betapa beruntungnya!) itu adalah satu dari sekian kemungkinan dimana kamu bisa masuk Raudhah dua kali dalam setahun.

Namun, ada cara lain untuk berdoa di dekat Raudhah pada hari-hari biasa, karena bahkan berada di sekitarnya pun berkahnya sudah luar biasa. Bagi perempuan, caranya adalah memasuki Pintu 21 setiap jam 6.30 pagi, atau juga disebut King Fahd’s Gate. Bagi laki-laki akan memasuki pintu 30 sekian, maaf detailnya aku kurang mengetahui. (Tulisan ini ditulis tahun 2024, sangat mungkin apabila kelak berubah).

Pagi itu, aku memutuskan pergi ke Raudhah dengan berbekal petunjuk dari salah satu kawan di rombonganku. Pukul 6:23 pagi, sampai di dekat pintu 21, sudah ada antrian yang mengular. Berbagai usia dan etnis campur baur, semuanya menuju tujuan yang sama, akan melangitkan doanya di Raudhah.

Bagian depan Pintu 21 atau King Fahd Gate.

Pukul 6:28, pintu 21 mulai dibuka, jamaah mulai antri masuk satu persatu.

Payung-payung Nabawi mulai mengembang. Cuaca sejuk, matahari tidak bersinar terlalu terang. Sepanjang jalan masuk, mulai dari teras Pintu 21 hingga ke dalam masjid, tak henti-hentinya mulutku merapalkan shalawat yang kubisa. Jamaah mulai berlari, saking banyaknya yang ingin masuk ke dalam kompleks makam Rasulullah ﷺ, takut tidak kebagian tempat untuk sekedar berdiri. Aku lalu ikut berlari masuk ke dalam, apalagi dengan posisiku yang sendirian, jujur takut kalau terhimpit. Kami berdiri lama untuk mengantri, dan mulai banyak yang berdoa sejak disini.

Banyaknya jamaah yang ingin berdoa di kompleks makam Rasulullah.
Nabi Muhammad ﷺ ada di dalam kubah hijau itu..

Pukul 06:37, aku sudah mulai memasuki kompleks makam Rasulullah ﷺ. Air mataku tanpa sadar mulai bercucuran dengan deras, sembari mulutku masih merapal shalawat. Rasanya pagi itu tangisanku tidak berhenti, padahal aku belum memasuki kompleksnya. Rasa haru dan kangen yang teramat dalam, berulangkali aku mengusap hidungku dengan kerudung karena tidak sempat mengambil tisu (aku membawa tisu atau tidak ya? Sepertinya kok tidak).

Rasanya, ya Allah, bahkan aku menulis ini sambil menangis.. Rasa yang tidak bisa digambarkan, senang dan haru yang membuncah, ketika langkah kaki mendekati Raudhah Rasulullah ﷺ yang bersemayam di bekas mimbar dan rumahnya, yang setiap harinya aku kirimi tawasul, yang setiap mahalul qiyam aku harapkan kehadirannya. Ya Allah, Alhamdulillah berkat izinMu aku dapat berziarah kepada Rasulullah yang Mulia, Nabi terakhir yang menyempurnakan agamaMu..

Sebelum umrah, sahabatku Maris sudah berpesan untuk membawa tisu apabila ke Raudhah, karena pasti akan menangis. Aku berpikir, wajar kalau Maris menangis, Maris yang shalihah, bu lurah pondok dulu. Sedangkan aku yang shalat shubuhnya sering kesiangan, memangnya mungkin akan menangis? Padahal hatiku sudah banyak tertutup dosa. Pertanyaan yang didasari dengan rasa malu, sejujurnya. Tapi ternyata, baru masuk gerbang pun aku sudah sesegukan, rahmat Allahlah yang menghadirkan rasa tangis dan penyesalan itu..

Dari pintu 21, ternyata, masih belum memasuki kompleks inti makam Nabi. Ini hanya disekitarnya, tapi masih kompleks makam Rasulullah. Makam Rasulullah yang sebenarnya tertutup pandangannya oleh kain-kain putih, juga makam kedua sahabatnya Abu Bakar Ash-Shidiq dan Umar bin Khattab. Kelak jika memasuki Raudhah lewat jalur yang lain, maka akan bisa memasuki bagian dalamnya.

Tapi bahkan dengan dihalangi kain putih pun, aku bisa merasakan hadirnya beliau dalam masjid yang beliau bangun ini. Tubuhku terdorong kerumunan hingga ke depan, dan aku menemukan sebuah tempat di belakang tiang yang kosong. Aku langsung menempatinya di saat itu juga. Bagiku yang bertubuh kecil, belakang tiang adalah tempat paling baik untuk berlindung. Di sebelahku ada seorang sister dari negara bagian Afrika.

“Is this Raudhah?” tanyaku, masih tidak percaya dan setengah menangis.

“Yes, dear, this is Raudhah. Up until that way. But you can’t go there, because it’s for male.” jawabnya lembut, sambil menunjuk ujung kain putih yang membentang. Rupanya, seberang sana adalah bagian yang bisa dimasuki laki-laki.

“Can we go inside?” tanyaku penuh harap, sambil melirik Asykar atau penjaga masjid perempuan yang berjaga di depan kain putih.

“No, you can’t. But this is Raudhah, dear, you can pray there. Here, you can stay beside me.” katanya, menawarkan tempat di sebelahnya. Badannya yang besar membantuku untuk tetap disitu karena sekitarku sudah mulai penuh. Aku berterimakasih, lalu segera mengeluarkan Al-Qur’an dari tasku.

Aku mulai shalat dua rakaat. Shalat Dhuha, shalat Taubat, shalat Hajat, shalat apapun yang terpikirkan saat itu. Wudhuku masih terjaga sejak Subuh. Lalu aku mulai berdoa. Aku berdoa untuk Ayahku, untuk Ibuku, untuk adik-adikku, untuk keluargaku, temanku, semua yang kukenal. Aku berdoa untuk diriku sendiri. Lalu ketika doaku sudah habis dibaca semua, aku mengaji. Saat itu aku tidak terpikirkan untuk membaca suatu surat tertentu melainkan hanya melanjutkan bacaanku, demi aku masih bisa berdoa disitu dengan lama. Karena jika terlihat tidak melakukan apapun, akan selalu ada orang yang mendesak ke tempatmu.

Kami sempat bertukar cerita. Sister itu takjub mendengarkan kalau aku berangkat sendiri, padahal aku menjelaskan kalau aku ikut rombongan travel, perjalanan jauh jadi tidak semenakutkan itu. Ketika aku menyebutkan umurku, dia berkata bagus sekali, masih muda sudah bisa berkunjung kesini. Setelah itu, sister yang baik hati itu, sayangnya aku lupa namanya, beranjak untuk pergi. Akupun berterima kasih karena telah diberikan teman yang baik hati. Sister, dimanapun kamu sekarang, semoga Allah selalu melindungimu..

Selfie berdua!
Asykar perempuan yang berjaga di depan kain putih.

Setelah itu aku mundur, karena sister sudah tidak ada, tempat kami diambil alih oleh orang lain. Aku melanjutkan mengaji sambil berdiri, di dekat tiang yang lain. Aku melihat sekitarku yang penuh, ibu-ibu yang menangis kencang, nenek-nenek yang sedang berdoa, yang duduk agak belakang agar tidak berdesakan. Berbagai warga negara yang terlihat dari lambang tas, slayer, ataupun vest yang dipakai hadir menjadi satu dalam identitas Islam, berlomba mendapatkan syafaat dari Nabi Muhammad ﷺ.

Keadaan yang selalu penuh, sehingga shalat maupun mengaji harus dilakukan secara berdesakan.

Pukul 8 pagi, satu setengah jam setelah masuk, aku memutuskan kembali ke kamar hotelku untuk membersihkan diri dan bersiap ke agenda berikutnya, yaitu mengunjungi Masjid Quba. Semakin siang, kompleks makam semakin ramai dengan jamaah yang berdatangan. Aku lalu meminta salah satu jamaah untuk mengambilkan foto, sebagai kenang-kenangan.

Keluar dengan mata sembab, hahaha.

Cerita ini baru part satu, nanti dilanjutkan lagi dengan cerita part dua, ketika aku betul-betul memasuki Raudhah, dua hari setelahnya di tanggal 18 Maret 2024. Tapi nanti dulu plis aku nulis ini aja dua jam. 🥹🙏

Selamat menyambut bulan Maulid! Semoga kita semua bisa menjadi orang-orang yang mencintai beliau, serta keturunan-keturunannya, dan menjadi salah satu yang mendapat syafaat dari beliau di hari kiamat nanti. Aamiin ya Rabbal Alamin..

Leave a Reply