Karena kadang, kita tak tahu apa yang kita mau
Angin mengetuk pintu rumahku dengan tidak sopan.
Biarkan aku masuk! Katanya dengan keras, menghabiskan seluruh tenaganya.
Sekali lagi ia mengetuk dengan kencang.
Biarkan aku masuk!
Panci-panci bersenggolan, berkelontangan, berbisik-bisik. ‘Untunglah aku bukan angin.’ kata salah satu panci yang bokongnya menghitam karena tercium api terus-menerus.
‘Mengapa?’ tanya panci stainless steel.
‘Tidak bisa kubayangkan ada makhluk setidak sopan dirinya, yang bergerak kesana kemari tanpa tujuan, berkhayal saja kerjaannya. Entah jadi apa dia nanti.’ sahut panci berbokong hitam dengan sebal.
Panci stainless steel manggut-manggut tidak peduli, untuk alasan kesopanan. Omong kosong, pikirnya. Bahkan makhluk sekecil semut punya tujuan mengumpulkan makanan, kenapa makhluk sekuat angin tidak punya?
Omong kosong.
Sekali lagi, angin yang merasa dihiraukan, berteriak lebih kencang dari sebelumnya. Biarkan aku masuk!
Gerendel pintu yang keras kepala tetap terpasang ditempatnya, enggan bergerak satu senti pun. Gesturnya sudah jelas, tak ada yang boleh masuk kecuali sudah diizinkan.
Puh!
Angin melampiaskan kesebalannya pada pohon pohon dibelakang yang bergoyang keras, daun-daun bergemerisik, atap seng yang lepas.
Dan sampai jauh, aku mendengar teriakannya dimana-mana.
Ooi, angin! Ingin rasanya aku membalas teriakanmu, tempatmu bukan disini! Bukan bersama panci-panci, tungku bata dan berbagai ulekan dan pisau. Bukan pula di ruang tamu, atau ruang tidur, atau segala ruang yang terkotak-kotak terbatas dengan bidang beberapa meter kali beberapa meter.
Tempatmu diluar sana, di dunia yang tak terbatas!
Berteman dengan gunung-gunung, lembah-lembah, dan sungai-sungai. Rutinitasmu yang seharusnya adalah berkelana, bukan mengemis-ngemis minta tempat pada setiap rumah. Berkelana, berkenalan dengan gadis kecil dari Mongolia, anak laki-laki yang lain dari suatu lembah, menggembalakan kambingnya.
Ooi, angin!
Karena teriakanku tidakkan cukup untuk mencapai telingamu, cukuplah doaku mengharap kau segera menemukan tempatmu.
Kuharap, kau segera sampai.
Dapur, 2015.
Leave a Reply