Buku dan Orang-orang Disekitarku

Sudah lama aku dikenal sebagai Shalvia si penyuka buku. Shalvia yang punya buku banyak, Shalvia yang punya Harry Potter, dan sebutan lainnya terkait buku-buku.

Aku terhubung dengan orang melalui buku-buku. Entah aku meminjami buku (dan kadang tidak mereka kembalikan), atau aku meminjam buku (dan tidak aku kembalikan-kembalikan). Buku menjadi sarana, menjadi perantara, menjadi jejak-jejak yang tersebar pada orang-orang yag pernah bertemu denganku.

Aku ingat dari siapa aku meminjam buku apa, seperti halnya aku ingat semua buku yang kuhilangkan, termasuk novel Ceros dan Batozar juga Komet milik Aisyah. Beberapa buku masih kupinjam, hingga usia pinjamannya sudah lapuk. Milik Alya. Milik Sutel. Milik Tasya. Beberapa buku kuberi pada perpustakaan (yang mungkin sekarang sudah tidak berjalan lagi). Dan beberapa bukuku juga raib dipinjam orang.

Oleh karena hobi membaca semakin kerap kutemui pada orang-orang seusiaku sekarang–yang mana sangat sulit menemukan teman membaca saat SMP!–pembicaraan dapat bergulir dengan mudah. Bacaanku juga semakin luas, sehingga paling tidak satu buku yang pernah kubaca pernah masuk dalam radar mereka. Walaupun sekarang aku sudah lama tidak membaca buku yang berbentuk buku betulan, dan selalu berkutat pada zona nyaman, ‘membaca’ masih merupakan hobi yang kutulis pada formulir-formulir pendaftaran. Di sebelahnya juga selalu ada ‘menulis’, seolah aku selalu ingin menjaga keduanya agar tetap lestari.

Semua ini bagaikan jaring laba-laba dengan buku sebagai benangnya. Aku yang dulu hanya punya jaring kecil, pelan-pelan memintal buku demi buku, orang demi orang, menghubungkan satu sama lain sehingga jaring itu kini bertambah menjadi semakin besar, dan pasti akan terus membesar. Aku berjanji untuk tidak akan pernah berhenti membaca, seperti halnya aku tidak bisa kalau berhenti menulis. Karena jika kata-kata mati, maka peradaban juga akan mati.. Eh, bagaimana kalimat aslinya?

Pesagen, 13 Oktober 2020

Picture ® Sincerely Media

Leave a Reply