Bukan Lagi Kanak-Kanak
Flashback 5 tahun lalu. Ketika masih berseragam putih-merah, berlarian dipinggir Kali Keruh, pengeluaran terbesar hanya untuk membeli pernik yang tak terpakai.
Ketika pasir terasa kasar ditangan, ketika air mengalir akrab, ketika langkah kaki ringan berderap, ketika kantung hanya gemerincing yang terdengar, ketika semua terlihat besar dan tinggi. Betapa sempitnya pemahamanku waktu itu, ya (walaupun sekarang nggak luas-luas juga). Aku tidak tahu bahwa diluar tembok hijau sekolah, dunia itu tidak mulus. Lintasan untuk perubahan masihlah jauh.
Dulu sudah ada ancang-ancang untuk berlari, kok. Shalvi masih ingat, Bu, lembaran kertas bertulis “Astronot Indonesia 2025, Pertama Mendarat di Mars”, yang Ibu suruh tempelkan di meja belajar dan dilihat setiap kali, bangun tidur, akan tidur, setiap sempat.
.
Tapi, jalan Allah memang indah dan misterius, ya?
Kertas biru itu berhenti perjalanannya. Ketika masa realistis itu datang, angan masa kecilmu hanyalah mengawang..jauh, sulit tercapai. Harus melewati sekian derai percobaan dan putus asa yang berkelanjutan. Dan satu kata yang aku tidak suka, ‘perubahan’ yang bekerja sama dengan hormon akan dewasa, berkelindan, menyusup dalam setiap bilik sistem dan merobohkan tirai-tirai kepolosan masa kecil. Benar-benar dihack, sistem tubuhku itu.
.
Tapi jangan bahas ini.
Mari bahas hal yang lebih membahagiakan.
Siapa sangka akan menemukan sebuah keluarga baru di lingkungan yang sama sekali baru?
Siapa kira, akan menemukan sahabat baru, dari tempat yang bahkan tak kelihatan di peta?
Siapa sangka, akan menumbuhkan sederet perasaan baru, baik sesal cemas gembira, di tempat yang bahkan tidak aku pikir membayangkan tentang masa depan?
Terimakasih banyak, ya, sudah menemani melewati masa akan dewasaku selama 4 tahun (padahal belum lewat).
4 tahun, dan semoga tahun-tahun bahagia yang akan datang.
Terimakasih sudah memberi perih dan segala rasa sakit. Dengan itu aku belajar dewasa dan tak memerlakukan orang lain dengan cara sama.
Terimakasih untuk dilupakannya aku dari keberadaan, itu mengajariku menghargai setiap orang yang kau sapa.
Terimakasih untuk segala tawa dan bahagia yang terbuncah, dengannya aku sadar untuk menghargai setiap rinai sedih yang muncul, bahwa setiap orang punya cara sendiri-sendiri untuk bisa bahagia.
Terimakasih, terimakasih ya Allah.. Untuk kesempatan dapat bertemu kalian semua. Keluargaku kedua, kakak dan adik dan saudara non biologis–kita bahkan tahu kapan harus tertawa bersamaan.
Untuk setiap orang yg aku temui, terimakasih. Kalian punya porsi sendiri dalam hidupku, and it affect me langsung atau tidak langsung.
.
Yha..baru menghitung nikmat yang telah Ia berikan, nikmat di lingkungan sekitar aja udah banyak banget… Apalagi esok?
Duhai Gusti.. Izinkanlah aku mensyukuri nikmatmu sekali lagi. Selama matahari menyingsing, selama bulan tersenyum..
Hamasah!!!
Leave a Reply