Born a Crime by Trevor Noah [Book Review]

Senang sekali tahun ini bisa baca buku autobiografi yang bagus lagi! Setelah tahun lalu baca Educated, tahun ini baca Born A Crime. Menurutku kisah hidup seseorang memang nggak bisa dinilai ratenya ya, because we’re all born different and had difference life path too, but this one is so well written!

Oh iya, aku baca ini di Google Playbooks. Ketika beli, lumayan dapat harga 30 ribu aja karena dapat diskonan, plus ada voucher diskon dari Google Playbooksnya XD

This book tells you about Trevor Noah, a colored people. Hidup sebagai seorang kulit berwarna di masa apharteid membuatnya “born a crime” karena hubungan antara kulit putih dan kulit hitam adalah ilegal. Hal itu juga membuat Trevor tidak masuk kedalam golongan manapun. Not as black as black people, and not as white as white people. Sedih, ya. Trevor menjadi anak yang bingung dengan identitasnya, pada awalnya. Tapi pada akhirnya dia memutuskan untuk memiliki identitas sebagai seorang kulit gelap. Karena apa? Bisa dibaca di bukunya, yaa 😄

Buku ini ditulis dalam kisah-kisah pendek. Aku suka bagaimana tiap babnya dibawakan dengan ringan dan jenaka, tapi selalu sarat makna. Bahasanya mengalir dan enak dibaca. Dibalut satir dan komedi, buku ini berhasil membawa topik (yang menurutku) sulit dengan baik, antara lain rasisme serta KDRT.

“Language brings with it an identity and a culture, or at least the perception of it. The great thing about language is that you can just as easily use it to do the opposite: convince people that they are the same. Language, even more than color, defines who you are to people. My color didn’t change, but I could change your perception of my color.”

— Chapter 4: Chameleon

Hal lain yang aku kagumi adalah kemampuan Trevor menguasai berbagai macam bahasa dan aksen di Afrika, yang terbukti sangat berguna dalam banyak hal! Betapa bahasa menjadi senjata yang sangat kuat baginya, alat komunikasi dan negosiasi.

Buku ini dipersembahkan untuk Ibu Trevor, Patricia. Kalau istilah zaman sekarang, Patricia itu alpha woman!🔥 Afrika punya budaya patriarki yang tinggi, tapi beliau tidak mau tunduk dan selalu memilih prinsip dan jalannya sendiri.

“Learn from your past and be better because of your past,” she would say, “but don’t cry about your past. Life is full of pain. Let the pain sharpen you, but don’t hold on to it. Don’t be bitter.”

— Chapter 5: The Second Girl

Apharteid membuat orang kulit hitam didiskriminasi. Tetapi saat itu, Ibu Trevor bisa menduduki jabatan sekretaris di kantor pemerintahan. Pemikirannya melampaui rata-rata wanita di zaman tersebut. Bacanya agak takut jujur huhu karena dia betul-betul berani, sampai kepada keputusan yang bisa membahayakan nyawanya.

“My mom would always say, “My job is to feed your body, feed your spirit, and feed your mind.” We got by with next to nothing, but we always had church and we always had books and we always had food.”

— Chapter 5: The Second Girl

“My mom did what school didn’t. She taught me how to think.”

Dia mengajarkan Trevor bahasa Inggris sebagai bahasa pertama, membelikannya banyak buku, mengajaknya jalan-jalan sampai ke area orang kulit putih yang waktu itu dipisahkan area yang berbeda. Ibunya mengajarkan Trevor bahwa dia bukan sekadar anak kulit hitam, bahwa dunia tidak sebatas apa yang ada disekitarnya.

“My mom raised me as if there were no limitations on where I could go or what I could do. When I look back I realize she raised me like a white kid—not white culturally, but in the sense of believing that the world was my oyster, that I should speak up for myself, that my ideas and thoughts and decisions mattered.”

— Chapter 5: The Second Girl

As I didn’t hear any of his stand up comedy nor his talks yet, from this book I can say that he had a great story telling!! Dia bisa nyeritain hal yg nelangsa jadi lucu wkwkwk. Trevor juga mengobservasi dengan baik lingkungan sekitarnya dan mendelivernya kembali dengan baik ke pembaca. Kisah yang paling aku suka antara lain kisah sewaktu Trevor didorong jatuh dari bis oleh Ibunya (ini mindblowing banget wkwkwk) dan kisah Trevor bersama Hitler (bukan Hitler yang di Jerman, lho, yaa hahaha).

Overall, buku ini heartwarming sekali. Kegigihan Trevor dalam menjalani kehidupan sejak belum berpunya hingga menjadi salah seorang komika dan komedian terkenal di Eropa memang sangat menginspirasi.

“The perfect blend of sociopolitical discussion and the personal tale about family, friendship, and first crushes”, seperti definisi salah seorang reviewer Goodreads. If you’re into family story and is okay with a lil bit of history, you might wanna read this book as well ✨

Baca juga: Nostalgia Masa Lampau bersama Gadis Kretek oleh Ratih Kumala [Book Review]

3 Comments

  • Masih jadi isue ya rasisme ini bahkan di negara yang katanya menjunjung tinggi kesetaraan Hak atas nama HAM. BTW ini bukunya versi ori dalam bahasa inggris ya Kak? Pengen Baca juga.

  • Wih keren trevor noah. Saya pertama kali tahu beliau itu pas beliau bawakan materi stand up tentang tero*** dari India. Lucu banget. Gak nyangka bahwa beliau punya masa lalu yang sangat sulit. Terlebih lagi di masa-masa rasisme masih kental di sana.

  • Keren bukunya. Jadi orang berwarna itu nggak gampang jika orang yang hidup berdampingan dengan mereka menolak. Susahnya lagi, kalau pembagiannya jelas kalau nggak jelas misal anak dari pernikahan campuran, dia bisa diletakkan tanpa identitas di komunitasnya. (Inget harpot perkawinan darah campuran) 😂

Leave a Reply