udara pagi dingin. langit biru muda gelap sepertinya kosong, tapi aku menyipitkan mata dan menemukan beberapa kerlip bintang disana, berkumpul dalam rasi. lantunan ayat suci menggema dari masjid besar. lampu jalan akhirnya mati juga, aku lebih leluasa menatap pergantian warna langit yang semula biru menjadi semburat ungu lalu bersemu awan tipis merah muda, bersama jangkrik malam yang belum hilang dan burung kecil yang baru bangun tidur. sudah lama aku tidak menulis acak, sudah lama aku menjauh dari tanah dan langit, sudah lama di kepalaku hanya ada satu orang saja yang jauh, jauh tinggi.. (tapi itu kenangan kemarin).

aku menulis bersila di atas batu-batu keramik yang pecah, yang tempo hari terkena cipratan cat baru lebaran dan saban hari dinaungi tanaman ibu yang beraneka. kalau hari sudah merangkak terang, aku sering teringat jalan-jalan selepas subuh yang sering aku lakukan semasa sekolah, pergi ke waduk dan berswafoto banyak.. yang sekarang tertunda karena tugas kuliah yang makin beranak. waduk bisa menunggu empat hari lagi ketika akhirnya dosen juga istirahat untuk menyiapkan lebaran.

walaupun duduk sejajar dengan ayam ini sangat menyenangkan, aku tidak bisa makan udara dingin banyak-banyak, atau perutku akan sakit. aku terpaksa beranjak lalu masuk ke dalam, menepuk-nepuk debu yang menempel di punggung lalu melanjutkan melamun di depan jendela kamar, meneruskan mengetik… ternyata sudah lama juga aku tidak melamun sendirian. sepertinya bertambah umur menjadi semakin banyak urusan tidak penting yang dipikirkan. tidak tersisa banyak untuk menyapa pagi juga sinar matahari yang datang sopan dan hangat. tidak menyisakan tempat juga untuk sedikit rasa syukur. ah… kalau di jakarta sepagi ini pasti sudah berisik sekali…

.

(pesagen, 14 mei 2020, ditulis langsung)

Leave a Reply