Jam berdetak menunjukkan lepas tengah malam. Tangannya mengusap pipi yang merah. Pandangannya yang gelap telah kembali, nanar menatap tembok yang seputih wajahnya.

Nyeri. Hal itu yang pertama terlintas ketika pipinya merasakan sakit yang teramat. Bagian dimana kulit bertemu kulit adalah dimana rasa sakit paling tebal terasa.

Hal kedua, apakah anaknya bangun? Tidak ada celoteh dari kamar anaknya menunjukkan bahwa anaknya masih lelap. Tapi tunggu esok pagi, bagaimana tatapan anaknya saat dia menyajikan nasi goreng (Eh, atau telur ceplok saja, ya? Sepertinya perbumbuan juga habis). Apakah tatapan terluka juga seperti tempo hari ketika suaminya sama marahnya karena dia ketiduran dan lupa meninggalkan kunci pintu di bawah keset depan?

Wajahnya mulai berwarna. Darah kembali naik ke wajahnya yang pias. Besok berarti izin lagi dari pertemuan PKK mingguan. Bagaimanalah akan datang ketika pipinya sewarna kerudung seragamnya. Besok pagi memasak telur ceplok, lalu uang simpanannya yang tinggal beberapa lembar akan Ia belikan ayam sekilo.

Pelan-pelan dia beranjak dari depan kursi meja makan. Ditatanya meja yang berantakan. Diletakkannya kembali taplak meja dan toples-toplesan sesuai tempatnya. Dia mencuci wajahnya di tempat cuci piring.

Perih. Tapi tidak seperih perasaannya ketika dia menatap imam hidupnya yang tiba-tiba mencercanya tanpa ada alasan.Ditaruhnya kunci rumah di bawah keset, agar ketika suaminya pulang, dia bisa pergi tidur dengan tenang. Lalu dia mengunci kamarnya sendiri, berharap bisa menemukan sedikit tenang sebelum dunia kembali berisik esok pagi.

#5CC #5CCDay7 #DioramaCareerClass #BentangPustaka

Leave a Reply