suatu sore kulihat bapak tua
langkah tertatih berjalan satu dua
dengan bahu yang tak kunjung tegak jua
seperti memikul beban semesta raya
.
keluar dari bis putih biru
bersamanya keadilan menyuara, ruah meluruh
raut letih dengus nafas satu satu
tangan mantap cengkram tas hitamnya yang baru
tahu darimana kamu?
ah, seperti tak hafal watak rakyat dahulu
.
banyak tanya tertera dikeningnya
kerut keriput memikir carut marut negerinya
beras naik lagikah? pajak jatuh tempo lagikah?
sementara SPP belum lagi dibayar
pun BPJS tak jelas anggarannya
boro-boro layar sentuh, celana saja lusuh bertahun-tahun
apalagi bengkak ungu sakit lutut,
sama sekali tak tersentuh
.
dari matanya api semangat menari
juga matahari didadanya, terang teduh melindungi
katanya, tak apa aku berpayah setiap hari
yang penting cucu makan tiga kali sehari
dan dapur istri tetap mengepul lestari
.
sayangnya, derapnya menjauh sebelum sekatapun terlontar
tak ada percakapan, tak ada suara
hanya pandang yang iringi langkah lima meter lurus kedepan
.
semangat menempuh cita, Pak
agar esok tak ada yang mengeluh dan misuh
bahwa sejatinya kita harus bekerja, dan bersama
bukan meretak, berkubu-kubu yang bersekat
bahwa kita milik Ibu pertiwi seutuhnya
pun tangan, kaki, dan anggota tubuh segenapnya
.
Pak Presiden, hari ini apa kabar?
Tempat Menunggu Bis, 3 Desember 2015
Leave a Reply